Tema merupakan suatu gagasan
pokok atau ide pikiran tentang suatu hal, salah satunya dalam membuat suatu
karya sastra seperti puisi. Menurut
Hartoko & Rahmanto (dalam Nurgiyantoro (2002) tema merupakan gagasan dasar
umum yang menopang sebuah karya sastra yang terkandung di teks sebagai struktur
semantis dan yang menyangkut persamaan-persamaan dan perbedaan-perbedaan. Oleh
karena itu, sebuah karya sastra pastilah mempunyai tema yang menjadi dasar
gambaran dalam membuat puisi. Tema dalam penulisan karya sastra biasanya tidak
dituliskan secara eksplisit, melainkan pembaca harus memahami keselurahan isi
karya tersebut, sehingga menemukan gagasan pokok atau tema yang diangkat.
Berikut ini terdapat beberapa puisi yang mengangkat beberapa macam tema.
ANTARA
BABAD DAN BAURENOantara babad dan baureno
kucari jejakmu di celah pasir yang mengalir
wewangian telah berkabar bersama malaikat subuh
tapi hasratku terkunci di dahan kasturi
langkahmu kueja seperti alaifbata
meski lidahku kelu memeram rindu.....
KEDUNG ADEM
saat kedung adem mengeringkan rumpun bambumu
telaga telah mengaga dahaga
kukayuh pedal mencari sisa hujan
di celah senyum yang tak jua rekah
bekisarmu tak lagi berkokok
sangkar di teras telah lama menunggu
dan ketika hujan datang seperti cinta yang kemaruk
telaga-telaga meluapkan asmaranya
rumpun merimbun bersama rebung
bekisar di teras rumahmu melagu merdu
tapi aku takut mengayuh pedal kembali
luapan itu bisa melelapkanku di dasar kali
adakah kau masih menyimpan janji ....
KETIKA AKU
ketika aku pura-pura
mencium pipinya
kau mengiri
mengapa hanya dia
kuperam segala
makna
adakah kau
memang mendamba
pada kantukku
kau imajikan secangkir kopi hangat
mungkin hanya
gula di bibir mungilmu
kutagihkan pada
detak langkah
puisimu
kehilangan imaji
kuteguk kopimu menghangat
di rasa
tak ada sisa
kuingin lagi
pura-pura mencium pipinya
sebab kuingin
kau berkata:
itu hanya
untukku saja
Pada puisi
pertama bisa dikatakan bertemakan cinta jika dilihat pada baris terakhir / meski lidahku kelu memeram rindu...../ yang bermakna si
aku sedang memendam rindu kepada kekasihnya. Kemudian puisi kedua yang berjudul
‘Kedung Adem’ bisa dikatakan tema percintaan terdapat pada baris ke lima sampai
baris ke delapan, berikut kutipannya:
bekisarmu tak
lagi berkokok
sangkar di teras telah lama menunggu
dan ketika hujan datang seperti cinta yang kemaruk
telaga-telaga meluapkan asmaranya
sangkar di teras telah lama menunggu
dan ketika hujan datang seperti cinta yang kemaruk
telaga-telaga meluapkan asmaranya
Penyair menggambarkan si aku sedang
menunggu kekasihnya yang sudah lama tidak jumpa, jika ia bertemu dengan
kekasihnya akan menumpahkan kerinduan selama ini yang dipendam. Sedangkan puisi
terakhir yang berjudul ‘Ketika Aku’ disebut tema percintaan jika dilihat pada
baris pertama dan kedua
ketika aku
pura-pura mencium pipinya
kau
mengiri mengapa hanya dia
Puisi tersebut
bermakna si aku ingin menjalin kekasih dengan orang lain, tetapi kekasihnya
tidak rela jika si aku berpindah ke lain hati. Namun, semua itu hanya untuk
mempertegas apakah kekasih si aku benar-benar menyukainya apa tidak, dilihat
pada baris ketiga dan keempat.
kuperam segala
makna
adakah
kau memang mendamba
Penggalan puisi
tersebut menggambarkan bahwa si aku sedang menerka tingkah laku kekasihnya, si
aku ingin memastikan bahwa kekasihnya memang mencintainya. Hal ini dipertegas
lagi dengan kembali menggoda kekasihnya yang terdapat pada baris terakhir.
kuingin lagi
pura-pura mencium pipinya
sebab kuingin
kau berkata:
itu
hanya untukku saja
Penggalan puisi tersebut benar-benar
menggambarkan bahwa si aku ingin kekasihnya mengakui perasaannya secara
langsung.
Ketiga puisi
tersebut memiliki tema percintaan yang berbeda, seperti puisi pertama dan kedua
yang bernada kegalauan, yang sedang merindukan atau mengharapkan kekasihnya
kembali, namun puisi ketiga bernada bahagia atau sedang menggoda kekasihnya.
Bisa juga puisi ketiga yang berjudul ‘Ketika Aku’ sedang mempertanyakan cinta
kekasihnya pada si aku.
Ke Kawah Putih
kujilati
punuk-punuk Soreang
sawah-sawah
berpetak di kaki gunung
rumah-rumah di
jauh sana
seperti masa
depan yang tenang dan sunyi
petani dan
kerbau masih mencumbu nasib
melawan
gedung-gedung yang tak kuasa ditampik
ke terminal
Cipede kuangankan
bersama para
pindang dalam angkot yang pengap
Kawah Putih yang
jauh
Sejauh langkah
penyair yang terus menggarap sajak-sajaknya
telah kau
sisihkan sekolah pertanianmu
sebab tanah
moyangmu terus mengerut
jadi semburat
tumpukan semen dan batu bata
seperti nasib
kita
Kawah Putih
beralih ke investor yang menggelontor
Lalu apa kerja
orang-orang kantor?
Bandung, januari 2015
MENANGISLAH
menangislah
ketika lebat hujan meluruhkan langkah
air matamu
menggenang di atas lutut
detak motor
jantungmu tak kuasa
memikul nasib
yang rumpang
buku harian
membasah
lunturlah tinta
pencatat mimpi nan panjang
eksotisme kota,
kawah, dan gunung-gunung
menjadi mimpi
yang tak pasti
kau tercenung
mengutuki kerapuhan
di rumah yang
hampa
tak berani
memamah ketika disodorkan menu baru
musim melindap
tak pasti
Ia kadang ramah
tapi siap juga
mencuri lembaranmu
BERSAMA LING LING
telah kau urai
nadi stasiun bersama ling ling
kereta berderak merangkak
memisah kota
tempat ketubanmu memecah
kau panggul hidup yang tak terprediksi
sebab ada kelembutan yang melukai
pada laju kereta
pertamamu
bersama ling
ling kau ingin menutup kisah
kerna terkabar
april adalah penasbihan luka
maka biarlah
senyummu terpajang dalam kereta
mungkin malang
mampu disihirnya
kaki menapak mengeja jarak yang jenuh
lihatlah merpati beterbangan di alun-alun itu
seperti mengejek
kepenatanmu
menyusur
toko-toko dan gerai makanan
sambil memenggak
keinginan yang tak kenal usai
ling ling masih juga tersenyum sepertimu
kareta hidupnya
tak sanggup kau baca
sejarah telah
menyembunyikan catatannya
telah kau batalkan penggal perjalananmu setelah itu
tak ada yang
tahu
juga ling ling
Surabaya,
28 Februarin 2015
Pada ketiga
puisi tersebut memiliki tema mengenai kehidupan. Kehidupan di sini bisa
dikatakan kehidupan yang kurang layak. Seperti puisi pertama yang berjudul ‘Ke
Kawah Putih’, kehidupan di desa yang dulunya tenang dan damai, kini diusik oleh
orang-orang yang membangun gedung.
telah kau
sisihkan sekolah pertanianmu
sebab tanah
moyangmu terus mengerut
jadi semburat
tumpukan semen dan batu bata
seperti
nasib kita
Penggalan puisi tersebut menggambarkan
tanah tempat tinggal dibeli orang-orang yang ingin membangun gedung, sehingga
penduduk yang dulunya bertani, kini tidak jelas bekerja apa. Sang penyair juga
menggambarkan, atas kejadian seperti itu, nasibnya menjadi tidak jelas.
Masih bertema
mengenai kehidupan, puisi kedua yang berjudul ‘Menangislah’ juga menggambarkan
nasib seseorang.
menangislah
ketika lebat hujan meluruhkan langkah
air matamu
menggenang di atas lutut
detak motor
jantungmu tak kuasa
memikul nasib
yang rumpang
buku harian
membasah
lunturlah
tinta pencatat mimpi nan panjang
Puisi tersebut
menggambarkan seseorang yang bekerja dan mengalami bencana jika dilihat pada
penggalan / lebat hujan meluruhkan
langkah/. Atas kejadian itu, penyair menggambarkan tokoh kehilangan mimpi-mimpinya.
Kemudian puisi terakhir yang berjudul ‘Bersama Ling Ling’ juga bertema
kehidupan yang ingin mengadu nasib.
telah kau urai
nadi stasiun bersama ling ling
kereta berderak merangkak
memisah kota
tempat ketubanmu memecah
kau
panggul hidup yang tak terprediksi
Gambaran penggalan puisi tersebut si kau
yang akan pergi dari tempat kelahirannya dengan membawa beban hidup. Pada
penggalan puisi berikutnya digambarkan bahwa akan ada luka, di sini bisa
bermakna kehilangan pekerjaan. Kata ‘bersama ling ling’ bisa bermakna mimpi
atau cita-cita. Si kau yang mempunyai mimpi ingin mempunyai kehidupan yang
lebih baik. Berikut penggalan puisinya.
bersama ling
ling kau ingin menutup kisah
kerna terkabar
april adalah penasbihan luka
JARAK
jarak kadang
membuat kita jadi kanak-kanak
bersemangat
membeber kisah-kisah baru
terlalu bangga
seakan tak ada
yang mendahulu
tawa dan air
mata diunggah
menadah simpati
pada tiap jengkal terlalui
biarlah
kita memang
meniti ke masa lalu
menjadi kanak
kembali saat usia merambah
minta
disuapi dan dininabobokkan
pada hangat
dekapan
pada puting yang
tersisa kita gali manja yang terpendam
ada situs waktu
yang kita buru
maka pada jarak
segala bermakna
juga kau
Bandung, januari 2015
Pada puisi
berjudul ‘Jarak’ juga mengangkat mengenai kehidupan seseorang, namun puisi ini
sudah tidak membicarakan nasib pekerjaan lagi, melainkan membicarakan mengenai
usia. Gambaran dari puisi ini yaitu kehidupan seseorang yang sudah tua, tingkah
lakunya kembali seperti anak kecil, seperti kutipan berikut.
kita memang
meniti ke masa lalu
menjadi
kanak kembali saat usia merambah
Itulah tujuh puisi yang memiliki dua
tema, yaitu mengenai percintaan dan kehidupan. Namun, tema-tema tersebut masih
memiliki sub tema seperti merindukan kekasihnya, menggoda kekasihnya, usia, dan
nasib pekerjaannya. Jadi, tema dalam puisi bisa dikhususkan lagi mengarah ke
dasar ide yang akan digambarkan oleh penyair.